Kasus dugaan tindak pidana korupsi terendus di lingkup Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku.
Ditengarai, mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Umar Bilahmar, terlibat di dua pos anggaran.
Umar Bilahmar yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Ra
kyat (PUPR) Kabupaten SBT, diduga turut berperan dalam pengelolaan dana bantuan sosial (Bansos) tahun anggaran 2013, dan dana keserasian tahun anggaran 2012 - 2015, di Kabupaten penghasil gas dan minyak tersebut.
Kedok busuk ini, dibongkar oleh Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (Wasekjen DPP IMM), Abdullah Keliobas,
Dia mengungkapkan, dana Bantuan Sosial tahun anggaran 2013 sebesar Rp2,8 Miliar. Sedangkan Dana Keserasian tahun anggaran 2012-2015 Rp1,6 Miliar, sarat penyelewengan.
Ubel, sapaan akrab Umar Bilahmar, diduga terlibat, karena adanya kebocoran keuangan negara pada dua pos anggaran tersebut.
"Anehnya, temuan Inspektorat Kabupaten SBT yang saat itu dipimpin Umar Bilahmar, dana Bansos dan Keserasian sarat penyelewengan atau implementasinya tidak tepat sasaran. Tapi, temuan Inspektorat atas dugaan penyelewengan dana bansos 2013 dan keserasian 2012-2015, tidak diteruskan ke penegak hukum. Dugaan kami, Umar Bilahmar menutupi hal ini," kata Abdullah Keliobas.
Lantas apa modus atau motif dugaan penyelewengan (korupsi) yang dilakukan Umar Bilahmar, dalam dana Bansos 2013 sebesar Rp2,8 Miliar, serta dana Keserasian tahun anggaran 2012-2015 sebesar Rp1,6 Miliar tersebit?
"Bersangkutan (Umar Bilahmar) kan Kepala Inspektorat kala itu. Ada temuan penyelewengan, tapi dia tidak melanjutkannya untuk diproses hukum. Tindaoan bersangkutan demikian, adalah bentuk penyalahgunaan wewenang," lanjutnya.
"Tindakan Umar Bilahmar, sama saja bersangkutan tidak mendukung pemerintah memberantas kasus korupsi di SBT khususnya dan Indonesia pada umumnya," tegas alumni IAIN Ambon ini.
Menyangkut hal ini, Wasekjen DPP IMM ini mempresure, Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas, segera mengevaluasi Umar Bilahmar dari jabatannya, selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten SBT.
"Hemat kami, evaluasi perlu dan penting dilakukan oleh Bupati terhadap Kepala Dinas PUPR Kabupaten SBT. Ini bukan soal suka atau tidak suka," tuturnya.
Bupati, lanjutnya, harus memaknai hal ini, bagian dari langkah preventif untuk menjaga dan merawat citra Pemerintah Daerah Kabupaten SBT, agar terhindar dari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme atau KKN.
Disamping itu, Abdullah Keliobas, menyarankan Kejaksaan Tinggi Maluku, untuk mengungkap kasus dugaan penyelewengan dana Bansos tahun 2013 dan dana Keserasian tahun 2012 -2015 Kabupaten SBT, petunjuk awal, dapat mengorek keterangan dari Umar Bilahmar (mantan kepala Inspektorat Kabupaten SBT).
"Kejaksaan Tinggi Maluku bisa membentuk tim khusus guna menelusuri kasus ini. Sebab, dana Bansos dan Keserasian yang dialokasikan negara untuk kepentingan rakyat di kabupaten SBT, telah diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan tertentu. Harapan kami, Kejaksaan segera bergerak, seterusnya mengusut kasus ini," tekannya.
Sekedar diingat, kasus lain, Umar Bilahmar, juga diduga terlibat di proyek pembangunan jembatan Desa Gaa, Kecamatan Tutuk Tolu Kabupaten SBT tahun anggaran 2007 sebesar Rp2,162 miliar, yang bersumber dari APBD Kabupaten SBT.
Meski sudah dilakukan pencairan 100 persen, tapi proyek fiktif. Akibatnya, negara merugi sebesar Rp1 miliar lebih.
Perkara ini telah diusut oleh Kejaksaan Tinggi Maluku sejak 2015 hingga 2016, bergulir di Pengadilan Tipikor Ambon. Tiga orang akhirnya divonis bersalah.
Umar Bilahmar juga diduga terlibat di proyek fiktif tersebut. Saat itu, dia menjabat sebagai Sekretaris Inspektorat Kabupaten SBT. Dari pengembangan, jaksa kemudian memeriksa Umar Bilahmar sebagai saksi untuk tersangka Harun Lestaluhu, mantan Kepala Inspektorat Kabupaten SBT (berkas terpisah).
Dia (Umar Bilahmar) diperiksa, karena Harun Lestaluhu membantah tanda tangan dalam nota pengawasan untuk pencairan anggaran proyek 100 persen, bukan miliknya, tapi dipalsukan. Karena saat itu, dia sedang cuti dinas.
Umar Bilahmar sebagai ketua tim pengawas pembangunan fisik proyek jembatan Gaa. Meski begitu, dugaan atas keterlibatan Umar Bilahmar di kasus ini, belum juga diungkap oleh Korps Adhyaksa Maluku.
Tiga terdakwa divonis bersalah, karena melanggar pasal 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 2009 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.
Yaitu, mantan Kepala Dinas PU Kabupaten SBT, Nurdin Mony, dihukum 1 tahun penjara, dan telah selesai menjalani masa hukumannya.
Tomy Andris, kontraktor pelaksana proyek divonis 2,4 tahun penjara, denda Rp50 juta sibsider satu bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp460 juta, subsider tiga bulan kurungan.
Sementara, Beder Azis Alkatiri, Direktur PT. Putera Seram Timur yang juga anggota DPRD Kabupaten SBT periode 2014-2019 dari Fraksi PKS, divonis 1,8 tahun penjara, denda Rp 50 juta subsider satu bulan penjar, serta membayar uang pengganti Rp 640 juta. Tak terima dengan vonis Pengadilan Tipikor Ambon, Beder mengajukan banding di PT Ambon seterusnya juga melakukan kasasi di MA RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar